Senin, 31 Oktober 2011

Periodesasi Estetika


PERIODISASI ESTETIKA
Secara umum estetika barat dan timur merupakan pemikiran spekulatif-logik terhadap keindahan maupu keindahan seni yang selalu berkembang. Dua kebudayaan besar di dunia ini yakni kebudayaan barat dan timur masing-masing memiliki cerminan pandangan yang berbeda. Kebudayaan barat tumbuh dan berkembang di benua Eropa, Amerika atau negara yang menganut tradisi kebudayaan barat ini. Kebudayaan barat ini memilik tradisi yang rasional, logis dan bersifat individual. Tradisi ini berakar dari Yunani, Romawi dan tradisi kristen.

Kebudayaan timur tumbuh dan berkembang sebagan besar di benua Asia. Kebudayaan timur merupakan cerminan tradisi berfikir kolektif yang memandang pribadi manusia dalam kebersamaan, berfikir secara sintesis dan totalis dari alam. Kebudayaan timur berakar dari tradisi Hindu, Budha dan Cina atau Confucianisme, hingga tradisi Islam masuk ke Asia.
Pemikiran barat tercermin dari pemikiran terhadap gejala keindahan dan seni. Perbedaan sudut pandangan inilah yang menghasilkan versi pengelompokan yang berbeda. Menurut Sumardjo (2000) perkembangan estetika di barat menjadi delapan kelompok, yakni : estetika klasik Graeco-Roman, estetika abad pertengahan, estetika Renaisans, estetika pencerahan, estetika Romantik, esteika Posotivisme Natural, estetika abad ke-20, estetika kontemporer, Modern, dan Posmodern.

A.      PERIODE KLASIK
Pemikiran tentang keindahan pertama kali di cetuskan oleh para filsuf Yunani, yakni Sokretes dan Aristoteles. Plato merupakan peltakn pokok utama pemikiran keindahan.

1.       Sokrates (469-399SM)
Sokrates berpendapat keindahan bersifat relatif, sesuai dengan sifat dan ciri benda tersebut. Keindahan gitar, lukisan dan belanga yang dibuat oleh manusia berbeda dengan yang dibuat oleh Tuhan. Bahkan keindahan yang di buat Tuhan dapat dikatakan indah dalam arti/makna yang sama.
Sokrates juga berpendapat bahwa ada konsep umum keindahan yang menjadikan benda tersebut indah. Suatu objek indah walaupun berbeda-beda nilainya. Nmaun, secara keseluruhan adalah menyenangkan.

2.       Plato (428-348SM)
Pandnagan Plato tentang keindahan berbeda dengan Sokrates. Plote berpendapat bahwa keindahan terkandung pada dunia ide-ide yang bersifat transendental sehingga tidak secara langsung dapat terjangkau oleh manusia. Plato juga mengaitkan antara keindahan dnegan cinta (cinta platonis). Cinta platonis yakni mengosonhkan diri hingga subjek benar-benar dapat mencintai benda tersebut.
Plato mengemukakan tahapan yang dapat membimbing manusia menuju cinta tertinggi, yaitu :
·         Cinta kepada keindahan jasmani
·         Cinta kepada keindahan moral
·         Cinta kepada keindahan akal/pengetahuan
·         Cinta kepada keindahan ilahi dalam mencapai keindaha tertinggi (mutlak)

3.       Aristoteles (384-322SM)
Aristoteles berbeda pendapat dengan Plato. Aristoteles berpendapat bahwa seseorang dapat menikmati keindahan karena adanya intelektual, bukan karena proses kontemplasi. Keindahan tidak dikaitkan unsur yang bersifat transendental.
Menurut Aristoteles berkesenian adalah pembelajaran yang dihasilkan oelh daya kreasi manusia dalam menanggapi realita. Seni adalah kemampuan mencipta yang produktif  yang dipimpin oleh akal. Seniman tidak meniru kenyataan apa adanya, melainkan mencipta realitas melalui proses interpretasi. Keindahan adalah suatu yang menimbulkan kesenangan pada orang lain dengan sistem yang dihasilkan dari sebuah karya yang mengandung unsur keteraturan, terarah, dan berurutan yang menimbulkan rasa harmonis.


B.      PERIODE KRITIK
Pada periode ini merupaka perubahan dari objektivisme ke arah subjektivisme. Kritisisme sendiri adalah filsafat yang menyelidi batasan rasio, sekaligus mempertentangkan dengan dogmatis. Tokoh-tokoh kritisisme adalah :

1.       Alexander Gottlieb. B (1714-1762)
Alexander berpendapat bahwa seni bersifat inderawi dan kebenarannya bersifat relatif, ada kebenarannya bersifat inderawi benar, namun secara intelektual tidak benar, begitu juga sebaliknya.
Sumbangan Alexander adalah membedakan antara penegetahuan intelektual (konkrit) dengan penegtahuan inderawi (abstark). Dalam pengetahuan inderawi yang bersifat abstark ini mengandung keindahan.

2.       Immanuel Kant (1724-1804)
Menurut Kant imajinasi yang mengarah kepada oikiran manusia pada rasa indah. Pikiran memiliki inderawi rasa dengan empat ciri khas, yakni :
·         Tidak memiliki kepentingan
·         Universalisme
·         Kemutlakan
·         Bertujuan
Kritisisme Kant ini merupakan usaha yang besar untuk memadukan antara rasionalisme yang memberikan perhatian kepada unsur non-empiris dan empirisme yang memberikan perhatian kepada unsur yang bersumber dari pengalama.

3.       Schiller (1758-1805)
Menurut Schiller estetika adalah seni yang menghubungkan dengan naluri bermain dan estetika. Schiller menekankan bahwa bentuk merupakan hal yang terpenting. Keindahan merupakan bentuk yang hidup dan seni sejati merupakan imajinasi internal. Seni merupakan kegiatan imanen yang bersifat internal bukan kegiatan praktis, individual dan bukan juga logik. Munculnya kesadaran individu mencakup perasaan, gagasan, dan penglihatan sadar unversal.

4.       George Wilhelm Friendrich Hegel (1770-1831)
Menurut Hegel seni adalah karya yang diciptakan manusia melalui mediau inderawi dan ditunjukan kepada ranggapan inderawi. Keindahan karya seni itu untuk menyatakan sebuah idea. Menurut Hegel keindahan adalah idea rasional yang diwujudkan delam bentuk yang dapat dipersepsi oleh inderawi.
Hegel mencoba untuk menemukan hubungan antara seni, agama, dan filsafat sebagai tingkat tertinggi perkembangan roh. Keindahan dalam kesenian terlihat dari keselarasan bentuk secara lahiriah, keindahan dalam agama terlihat dari keselarasan batiniah, sedangkan keindahan dalam filsafat dipahami melalui roh absolut yaitu realitas keseluruhan yang bersifat konseptual.

5.       Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Schopenhauer memandang keindahan sebagai sublim. Dalam kenteks keindahan karya seni akan lepas dari diri sendiri dan bebas bila mencapai tingkat intelek. Karya seni tidak lahir dari pengalaman (empiris) saja, tetapi merupakan suatu jawaban dari segala sesuatu yang diresepsi, di ubah ke bentuk karya seni. Menurut Schopenhauer seni tertinggi adalah musik, karena dapat menimbulkan perasaan yang menyenangkan walaupun keindahannya dapat dirasakan oleh akal, namun sulit untuk dijelaskan.

6.       Geogre Santayana (1863-1952)
Santayana mengkritik pandangan Kant tentang subjektivime. Menurutnya keindahan adalah suatu nilai, emosi, dan afeksi yang dirasakan oleh orang, bukan persepsi suatu objek, fakta, atau relasi. Keindahan hanya memiliki hubungan antara makhluk hidup dengan perasaan dan gerakan hati. Jadi keindahan adalah kenikmatan atau kesenangan dalam kaitannya dengan kualitas benda-bend. Keindahan bersifat intrinsik, positif, dan dapat diobjektiviskan. Artinya keindahan dianggap sebagai kualitas pada suatu benda yang membentuk kesatuan dan membedakannya dengan objek lainnya.

C.      PERIODE MODERNISME
Pada masa ini para ahli mulai mengkaji dengan menggunakan pendekatan keilmuan bukan lagi menggukan pendekatan metafisik. Menurut Clement Greenberg modernisme lahir dari dorongan untuk menjaga standar nilai estetik yang terancam oleh metode permasalahan seni. Dorongan itu melahirkan sikap memperlakukan seni sebagai satu-satunya tujuan seni. Sini bersifat otonom terbebas dari unsur agama, kebudayaan, tradisi, dan politik.
Estetika dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : estetika atas, (von oben), estetika bawah (von unten), dan edtetika pada masa sekarang. Tokoh-tokohnya adalah : Leo Tolstoy, Gustaf Theodor Fechner, Edward Bullough, Susan K. Langer, Clive Bell, Geogre Dickie, dan Beneditto Croce.
1.       Leo Tolstoy
Menurut Tolstoy seni adalah suatu aktivitas kemanusiaan. Seseorang secara sadar, dengan perantara lambang-lambang tertentu menyampaikan perasaan yang pernah dialaminya agar orang lain terpengaruh perasaannya.
2.       Gustaf Theodor Fechner
Pada masa Gustaf mulai berubah dari zaman metafisik idealis ke metafik positif dan evolusi yang lebih nyata. Gustaf melakukan eksperimen empat persegi yang menjadi dasar penarikan kesimpulan bangun yang dianggap paling indah. Proses eksperimen dimulai dari meletakkan bangun-bangun empat persegi panajng diatas papan hitam, kemudian beberapa orang diminta untuk memilih bangun runag yang paling disukai dan bangun yang tidak disukai. Gustaf mencatat hasil dalam kolom statistik dan dapat ditentukan bangun yang paling disukai dan dianggap indah oleh banyak orang.
3.       Edward Bullough
Pada abad ke-20 Bullough menghasilkan pemikiran tentang jarak psikologis (psychological distance) yakni sikap yang menjadi syarat dalam menikmati keindahan untuk mencapai suasa nikmat dan indah. Pemahaman tentang konsep jarak psikologis ini menurut Bullough adalah suatu kondisi psikologis yang dapat dicapai dan dapat hilang pula. Dapat hilang dapat ditemui dalam kasus under-distancing dan over-distancing. Jika seorang penonton pentas seni tidak berjarak dengan seni, kemudian terlalurut emosinya makas disebut under-distancing. Bila seorang penonton bersikap berjarak , rasional, dan menaruh perhatian utama secara detail teknis pementasan, maka disebut over-distanting. Teori jarak psikologis ini dimanfaat untuk apresiasi dan evaluasi seni.
4.       Clive Bell
Bell mengungkapkan ada tiga komponen teori dalam seni, yaitu emosi estetik, bentuk signifikan, dan esensialis. Emosi estetik adalah emosi yang muncul dari karya seni yang mebgandung nilai emosi spesifik; bentuk signifikan adalah nama sekumpulan hungungan tertentu dalam unsur-unsur sebuah karya seni.

D.      PERIODE POSMODERNISME
Posmodernisme adalah nama gerakan kebudayaan, khususnya dalam seni. Istilah Posmodernisme pertama kali muncul dikalangan seniman dan kritikus di New York pada tahun 1960-an dan diambil alih oleh teoritikus Eropa pada tahun 1970-an.
Posmodernisme muncul sebagai bentuk yang melengkapi tradisi sastra/seni yang tertata rapi dan menganut hukum-hukum tertentu. Posmodernisme juga sebagai bentuk perlawanan atas pandangan modernisme yang mengklaim ada kebenaran tunggal yang merekonstruksi konstruksi yang telah mapan yang akan membangun rekonstruksi baru. Posmodernisme mempunyai semboyan yakni shock of the old yang direpresentasikan dalam karya Mariani, pelukis Itali yang menggali tema mitologi Yunani kuno serta menerapkan gaya dan teknik melukis Renaissance.

1.       Dekonstruksi
Dekonstruksi adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan , lembaran baru dalam estetika, sebuah strategi intelektual, dan model pemahaman. Pengertian ini dikembangkan oelh Jacques Derrida, filsuf Perancis. Menurut Derrida juga dekonstruksi adalah bentuk penyangkalan terhadap oposisi ucapa/tulisan, murni/tercemar, ada/tidak ada, dan penolakan terhadap kebenaran alamiah (Piliang, 2003:126).
Pendapat lain dekonstruktivisme bukan berakar dari model pemahaman filsafat dekonstruksi Derrida, melainkan dari konstruktivisme Rusia. Para seniman rekonstruktivisme menggembangkan bentuk dengan menggali kemungkinan baru dari prinsip-prinsip konstruksi dan permesinan.


2.       Model Dialogisme dan Intertekstual
Istilah dialogisme adalah wacana tekstual yang dikembangakan oleh Mikhail Bakhtin seorang pemikir Rusia. Dialogisme ini untuk menjelaskan kebergantungan satu ungkapan dengan ungkapan-ungkapan yang telah ada sebelumnya. Bakhtin juga menjelaskan bahwa tidak ada satu ungkapan seni yang merupkan ekspresi murni dan asli, karena seniman telah dipengaruhi oleh relitas yang telah dialam, dilihat, atau dipengaruhi faktor lainnya.
Istilah intertekstual merupakan pengembangan dari dialogisme. Kristeva menggunakan intertekstual untuk menjelaskan hubungan dialogis karya satu dengan yang lainnya, atau dengan karya yang sebelumnya.

3.       Model Simulasi dan Estetika Hiper-realitas
Istilah simulasi digunakan oleh Baudrillard untuk menjelaskan model produksi seni dan kebudayaan massa didalam suatu masyarakat konsumer yang memebutuhkan pembeda (differensi), fashion, dan perubahan yeng terus-menerus dalam kurun waktu tinggi. Simulasi tidak menghasilkan realitas, tapi menghasilkan halusinasi, fantasi, nostalgia, dan mimpi.
Istilah hiper-realitas adalah kondisi atau pengalaman kebendaan ruang yang dihasilkannya. Dunia hiper-realistis ini adalah dunia yang tidak memiliki referensi realitas sosial, melainkan realitas menyatu dalam fantasi fiksi, halusinasi, dan nostalgia.

4.       Bahsa Estetika Posmodernisme
Yasraf Amir Piliang (1995) tanda dan makna pada estetika posmodern bersifat tidak stabil, pengkodean ganda, dan plural. Hal ini disebabkan oleh permainan tanda, keteresponan pada permukaan dan diferensi. Idiom estetika posmodern ada lima yakni
a.       Pastiche merupakan karya seni yang mengandung unsur pinjaman yang mempunyai konotasi negatif karena miskin kreativitas, ekspresi, orisinitas, keontetikan, dan kebebasan.
b.      Parodi adalah komposisi dalam karya sastra, seni atau arsitektur yang mengandung pemikiran dan ungkupan atau gaya khas dari pengarang, seniman, arsitek yang ditiru sedemikian rupa sehingga mengasilkan karya yang humoristik atau absurd. Parodi adalah imitasi yang bersifat humoristik yang cenderung ironik. Karya zaman dahulu disampaikan kembali dengan berisikan kritik, sindiran, kecaman atau bahkan ungkapan tidak puas atau bisa sebagai menggali rasa humor.
c.       Kitsch secara harfiahnya adalah memungut sampah. Kitsch memiliki makna bahwa karya seni tersebut murahan dan rendah.
d.      Camp seringkali disamakan dengan Kitsch. Camp merupakan penggayaan yang mengandung kesan berlebihan, glamour, dan istimewa dalam karya sebuah karya seni.
e.      Skizophrenia yakni putusnya rangkaian sintagmatis penanda bertautan dan membentuk kesatuan ungkapan. Keterkaitan penanda dengan konsep (petanda) tidak stabil inilah ynag memungkinkan adanya kesimpangsiuran kata atau penanda dengan konsep
Tokoh posmoernisme adalah Jacques Derrida dan Michel Foucault

Sumber :
Makalah Estetika, 2010. ____

1 komentar:

dani pedrosa 26 mengatakan...

terimakasih, ini luar biasa... sangat bermanfaat :)

Posting Komentar